“Thariqat
Cinta”
Persembahan buat hati yang terluka
Siang yang garang dengan panas yang menyengat memaksa butiran
bening keluar berjatuhan bersama kecikan haus yang mendera tenggorokan. Suasana
udara yang lumrah kita akan jumpai di tanah yang dilaqabkan dengan kebun
surgawi – anjani – suatu desa kecil di bagian timur pulau lombok. Desa yang
merupakan salah satu kiblat pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Karena di sini
berdiri dengan megah salah satu pondok pesantren terbesar dengan jumlah santri
hampir mencapai angka sepuluh ribuan. Suatu laqab yang kadang bertolak belakang
dengan zahirnya. Oya! Tapi mungkin yang melakobkan memandang dari sisi makna.
Maklumlah kawasan ini memang selalu penuh dengan nuansa religius.
Dalam panas yang menggerutukan rasa tiba-tiba aku terpikir akan
eksisitensi Tuhan yang mulai lenyap dalam alam pikiran manusia. Tak heran hati
sering bertanya apa arti penciptaan makhluk di dunia ini? Apa makhluk yang
semakin lupa dengan eksistensi Tuhannya. Ataukah Tuhan yang memang sengaja mengurangi
eksisitensi diri-Nya? Aku juga sering bertanya dalam hati “Siapakah yang
menciptakan Tuhan? Apakah makhluk dengan pencipta saling menciptakan? Ah
‘pertanyaan konyol. Karenanya harus dijawab dengan kekonyolan juga.
Setelah pikiran ini puas berbicara sendiri aku putuskan mengambil
air wudu lalu membaca kitab suci Al Qur’an. Alangkah kaget rasa dan pikiran ini
saat mata ini harus bertemu dengan surat Al Ikhlas. Tepatnya di jus Amma (juz
terakhir Al Qur’an). Kebetulan akhir-akhir ini aku memang sedang berusaha
memfasihkan bacaaan surah-surah pendek. Berhubungan bulan suci Ramadhan akan
segera tiba. Ayat yang mampu menceritakan dan menjawab apa yang ditanyakan
pikiranku tadi. Bahwa Allah itu esa yang tiada satupun yang menyamaiNya.
Apalagi hendak menciptakan-Nya. Maha suci Allah yang maha benar dengan segala
firman-Nya.
Selanjutnya setiap napas yang jatuh terasa seakan berzikir akan
keagungan Tuhan yang begitu murah menghargakan nikmat. Aku berusaha mengiringi
langkah kakiku dengan terus bersyukur dan bertasbih. Ya Allah alangkah besar
anugerah yang senantiasa Engkau karuniakan.
***
Arloji di tanganku menunjukkan pukul 15.00 Wita. Aku mulai berkemas
untuk pergi kuliah. Kebetulan ada mata kuliah tambahan dari dosen pengantar
ilmu Filsafat. Ilmu yang menurutku sering membodohkan akal! Kuliah yang
membosankan. Dengan dosen-dosen yang aneh. Dengan gaya mereka yang sok benar
dan sok pintar. Dengan intensitas subjektifitas tingkat tinggi. Bahkan lebih
aneh ketika nilaiku harus anjlok ketika aku berani menyanggah pendapat dosen
dan memberikan masukan. Malah bisa-bisanya aku dikatakan tidak tau etika dan
sok tahu. Ditambah lagi dengan fasilitas belajar yang tak menunjang.
Perpustakaan yang yang buku-bukunya bisa dihitung jari, dengan suasana yang
tidak nyaman dan kotor dengan karyawan perpustakaan yang selalu cemberut.
Berlanjut dengan rektor yang berkapasitas dewa yang semua ucapannya bak sabda
pandika ratu. Saat kita berani angkat bicara maka kita akan dijajani dengan
doktrin ta’limul muta’allim yang saya rasa merekapun sebenarnya tidak mengerti
dengan konsep ta’lim yang sering mereka jadikan tempat berlindung dari kritikan
mahasiswa. Dan yang terparah kita akan diancam kena Drof Out! Ternyata
reformasi belum berhasil mengengkat doktrin kebebasan.
Barangkali
salah satu faktor penyebab kaki ini masih mau melangkah menuju kampus ini
adalah seorang gadis yang mampu membuat pikiran ini menari dan bernyanyi.
Telinga ini rindu, mata ini tawakkal dan mulut ini akan senantiasa bertasbih
bila bertemu dengannya. Dialah yang seakan selalu membuat bebanku selama ini
p[udar dengan kehadirannya di antara hayal dan mimpi malam dalam lelap tidurku.
Lale Musliha Elmina qomara mardana binti lalu gede wira darma nurullah yang
akrab dipanggil “mara”. Seorang anak Tuan Guru terkemuka sekaligus seorang
putri bangsawan asli sasak. Mara begitu ayu dan anggun dengan wajah lugu yang
nyaris tidak pernah tersentuh make up. Wajah alami yang senantiasa diiringi
segala sikap kesederhanaanya. Mara merupakan salah satu juniorku di Lembaga
dakwah kampu (LDK). Aku mengenalnya pertama kali ketika dia mendaftar ikut LDK.
Kami semakin akrab seiring dengan intensitas pertemuan kami dalam halaqah
mingguan ataupun dalam loqa’ rutin yang diadakan LDK. Alangkah mata ini tidak
berhenti kagum akan kekuasaanAllah yang telah menciptakan wanita yang begitu
ayu dan mampu membuat jiwa manusia bermimpi dan bertasbih jika melihatnya.
Tidak mengherankan jika ia dijuluki kembang kampus sehingga mungkin setiap pria
di kampus ini berhayal untuk menanam bunga jiwa dalam hatinya dan bermimpi
memilikinya. Tak terkecuali aku........ subhanallah.
Mara merupakan perempuan muda yang memegang pprinsip dan taat dalam
beribadah. Kalau kita pernah melihat bidadari dunia mungkin mara merupakan
salah satu jelmaan diantara bidadari dunia. Pujaanku bagaikan sang amir yang
memuji zaida dalam cerita “Rembulan di langit hatiku”. Karena dia memang
seindah purnama. Matanya benung laksana kaca. Dan wajahnya bersih bercahaya –
mungkin karena air wudu yang menyiraminya. Akhlaknya baik, tutur katanya sopan,
tegas dan tertata. Maklumlah keturunan Tuan Guru dan bangsawan. Jilbabnya rapi,
dan dia selalu menjaga diri dari bersentuhan dengan laki-laki bukan mahram. Dia
jarang keluar malam hari. Keluarganya benar-benar ,menjaganya bagaikan
menyimpan mutiara di dalam kerang. Kemudian kerang itu diletakkan jauh di
kedalaman samudera.
Seandainya kita berharap memiliki istri yang anggun dan sholihah,
maka mara yang memiliki keanggunan dan sifat itu. Bila kita berharap memiliki
seorang istri yang akan menjadi pelita dalam rumah tangga maka mara-lah yang memiliki
cahaya yang berpendar di dirinya. Bila kita merindukan bunga yang jelita, yang
akan menebarkan harum di setiap sudut taman hati setelah menikah kelak.
Mara-lah sekuntum bunga yang pantas untuk dirindu dan dipuja. Bila kita
mengharapkan keteduhan mewarnai perjalanan di masa depan. Mara merupakan telaga
berair jernih yang tak pernah kering, yang akan melepaskan dahaga jiwa. Bila
kita berharap istri pemalu dan sederhana bagaikan Fatimah Az Zahra putri
baginda nabi. Kita akan menemukan sikap mulia itu bersemayam dalam diri mara.
Bilaberharap istri yang cerdas, mampu mengurai dan memaknai hari laksana Aisyah
istri baginda nabi kitapun akan menemukan kecerdasan itu menjadi bagian dari
keseharian mara. Pujian ini pantas akan tersenandungkan kepada sosoknya yang
akan menghabiskan setiap kata puitis untuk menggambarkan kelebihannya. Dan saya
seperti seorang melayu yang tengah rindu bersyair ketika melihat suka. Melihat
kkeindahan mara, aku selalu jadi teringat dengan ungkapan seorang yang dianggap
akrab dengan dunia Eksak, yang seringkali memiliki bakat sastra yang
menakjubkan, seorang Albert Einstein sang penemu teori relativitas pun – ketika
kesadaran tenteng Tuhan bersemayam di hatinya – pernah berkata dengan indah “Tuhan
tidak pernah bermain dadu dalam penciptaan semesta raya ini.
Hari-hari semakin penuh dengan harapan akan mimpi sang pecundang
untuk mendapat gadis raja membuat sudut jiwaku selalu berbisik “ hari ini aku
sadari aku telah jatuh cinta – dari hatiku terdalam sungguh aku cinta padamu –
cintaku bukanlah cinta biasa,- jika kau yang memiliki dan kamu yang telah
menemaniku seumur hidupku” mungkin potongan syair ini adalah salah satu dari
kata penyair yang mampu mewakili rasaku saat ini.
Akupun kian gundah karena aku harus terkultus menjadi seorang
pengecut yang tidak berani menerima kenyataan. Kalau cintanya tidak bersambut.
“Alangkah bodoh diri ini Tuhan” yang selalu mengharapkan imbalan dari sesuatu
di dunia ini. Apakah rasa ikhlas untuk mencintai sudah tidak ada lagi di dunia
ini? Bukankah cinta yang tulus adalah ketika meneteskan air mata karena telah
disakiti tapi kita masih peduli terhadapnya. Cinta yang tulus adalah ketika
orang yang kita cintai tidak memperdulikan kita namun kita masih menunggu
dengan setia. Cinta yang tulus bukan berarti cinta yang sesaat dan terus sirna.
! cinta yang tulus adalah ketika oorang yang kita sayang mencintai orang lain
namun kita masih sempat tersenyum. Ketika kita mampu berkata untuk orang yang
kita cintai “aku bahagia untukmu” walau itu sangat menyakitkan.
Setelah merenung berhari-hari, kepercayaan dihatiku mulai tumbuh
untuk berjuang kembali. Cinta ini seakan tangisan sang Qais. Seakan seperti
kerinduan karang. Cinta yang seakan harapan fata... akupun semakin meyakini
keimananku tentang cinta ini sambil aku tetap mempertanyakan keinginan Tuhan.
Moga apa yang kurasakan bukan teguran dari Tuhan.
Akhirnya kesempatan yang kunantikan sekaligus kutakutkan datang
juga. Ahad 6 Juli 2009 merupakan hari yang sangat bersejarah dalam cerita
hidupku. Hari ini ada acara halaqah mingguan Le,mbaga Dakwah Kampus. Dan ini
artinya kesempatan untuk bertemu dengan mara dan mengatakan rasa yang
tersembunyikan hati sejak lama. Rasa yang membuat banyak waktu dalam hidupku
terisi dengan mimpi-mimpi dan harapan. Rasa yang selama ini membuatku seakan
seperti sang Qais yang tertusuk asmaraloka. Seperti Amir yang merindukan Zaida.
Setelah selesai diskusi aku langsung menyapa dan mengajaknya bicara sebentar.
Dengan nada yang berat dia menerima ajakanku.
“Ada apa kak, kok kedengarannya penting sekali ?”
“Eeeeeeeeeeeeee...aaaaaaaaaaaaanu!! bagaimana cara ngomongnya ya ?”
“Emang ada apa sich kak ???”
“Dik...!” suaraku seakan tersedak.
“Ya..!”
“Kakak sebenarnya ingin jujur sama adek.”
“Emang kakak sudah bohong ma adek?” tanya Mara.
“Ndak sich. Cuma kakak ingin memberikan pengakuan ma adik?”
“Pengakuan???” Mira mengerutkan kening penuh tanya.
“Iya pengakuan kalau kakak saat ini lagi merasakan sesuatu yang
selama ini jarang terasakan hati. Rasa yang selama ini menjadi keimanan
tersendiri dalam relung hati kakak. Rasa yang menjadi naluri seorang lelaki.”
Aku mulai menjelaskan.
“Maksud kakak?” kulihat wajah Mara serius.
“Kakak lagi merasakan rasa yang dirasakan Adam ketika bertemu
dengan Hawa. Rasa kerinduan yang dirasakan Adam ketika berpisah dengan Hawa.
Rasa kehilangan ketiaka ketiadaannya.” Jelasku.
“Ooo! Jadi...”
“Iya, kakak lagi suka sama seorang Muslimah. Tapi...” kalimatku
menggantung.
“Siapa sih yang beruntung sekali dicintai ma kakak....?”
“”Jadi adik belum mengerti...?”
“Mengerti apa?” Mara malah balik bertanya.
“Maksud kakak....?”
“Bagaimana kalau gadis itu adalah adik...?” kataku menegaskan.
“Apa kak?” Mara tampak terkejut.
“Iya, memang adiklah yang kakak maksud.” Tegasku lebih meyakinkan.
“Assalamualaikum...” Mara langsung berlalu dari hadapanku dengan
muka yang merah padam.
Aku bagaikan terdakwa di ruang sidang yang diponis hukuman penjara
seumur hidup. Hatiku terasa remuk redam dengan segala macam pertanyaan. Apakah
ini tanda titik atau tanda koma dari apa yang kurasakan selama ini? Rasa yang
tertata terporak-porandakan oleh rasa bersalah. Jiwaku makin terpusruk dengan
keimanan akan cintaku kian memburuk.
Rasa bersa;lahku kian sempurna ketika aku harus diberi tahu bahwa
Mara sudah satu minggu tidak masuk kuliah. Hal yang sangat menyakitkan sekali
ketika kita harus mencintai seseorang yang pada hakikatnya kita ingin
melihatnya bahagia justru harus tergoreskan warna lain ketika kita ingin
mencintai setulus hati namun harus terkandaskan. Astagfirullahalazhim!!
***
Dua minggu sudah aku tidak bertemu dengan Mara. Hari ini ada mata
kuliah Psikologio Sastra. Kebetulan agak sorean. Jadi aku bisa sholat ashar
dulu di pondok. Karena biasanya aku sholat ashar di aula kampus. Entah mengapa
setelah sholat, rasa kangen kepada Mara seakan mengejawantah dan
membuncah-buncah dengan begitu kuatnya. Tapi batin ini berusa kuat menahannya.
Setelah bersiap-siap aku segera pergi kuliah. Aku berusaha menyibukkan diri
supaya rasa kangen itu tidak semakin mendalam. Tapi entah mengapa setiba di
kampus, hati ini sangat berharap bisa melihat Mara kendati tanpa harus
menyapanya. Aku tersentak kaget ketika pikiran ini berkelana tiba-tiba ada
suara yang memanggil dari belakang yang suaranya sangat mirip dengan Mara. Dan ternyata suara itu adalah milik Farida.
Teman yang sangat akrab sekali dengan Mara. Kebetulan Mara sering
menceritakannya dulu./ farida merupakan sahabat sejak kecil Mara. Dan secara
kebetulan mereka selalu samaan sekolah sampai sekarang.
Farida menghampiriku sambil melemparkan senyuman tipis dengan sket
wajah dipenuhi beribu tanya./ setelah tepat berada di depanku, Farida langsung
memberikan sepucuk surat dengan amplop putih polos. Setelah saya mengambil dari
tangannya, Farida langsung melontarkan kata-kata usil.
“Ye
orang yang dapat surat”
“Da
pa ya...kok main surat-suratan segala...?
“Jadi
curiga??!”
“Iya
ndak ada pa-pa kok!”
“Oya
kata Mara kalo kak Aby sudi menjawab tulisan ini tolong lewat saya! Ndak boleh
lewat yang lain!”
“Insya
Allah. Terus kenapa Mara tidak pernah masuk kuliah?Tanyaku
“Kalau
itu adek kurang tau kak! Karena adek juga tumben bertemu Mara tadi pagi.
Kebetulan dia yang datang ke rumah. Dan dia tidak bilang apa-apa.”
“Mang
ada apa kak? Sepertinya ada yang kalian sembunyikan?”
“Memang
Mara tidak pernah cerita?”
“Kan
adek dah bilang adek dak pernah ketemu minggu-minggu ini.”
“Oya
dik, udahan dulu ya. Dosen kakak dah masuk. Dah dulu ya, nanti kita
lanjutkan,..”pamitku.
“Iya
dah, kebetulan adek juga mau ke perpustakaan ngembaliin buku yang adek pinjam
minggu kemarin.”
‘Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam..”
Di
dalam ruangan aku kepikiran terus dengan surat yang diberikan Farida tadi. Aku
mencoba mereka-reka apa gerangan isinya. Namun semakin kutebak rasa penasaranku
semakin bertambah. Dalam ruangan kelas seperti di kemah penantian mata kuliah
biasanya sangat kunikmati, hari ini seakan seperti mendengarkan pidato presiden
yang hilang tanpa makna dengan segala kemanisan. Alangkah aku ingin cepat
pulang dan membuka syrat yang ada di dalam tasku ini.
Setiba
di kost aku langsung masuk kamar lalu mengunci pintu dari dalam dengan terlebih
dahulu membaca basmalah. Aku mulai mengeluarkan kertas yang memakai amplop
warna putih.... lalu mulai membacanya kalimat demi kalimat.
Atas
nama sekeping hati yang rindu dengan hakikat cinta. Saat aku menulis semua ini
bersamaan dengan harapanku.semoga kecintaanku terhadap Tuhan tidak akan memudar
dan berkurang.
Sungguh
yang ingin saya pertanyakan pertama kali dalam tulisan ini adalah kenapa hati
kakak tertuju sama adek? Dan semoga kakak tidak menjual nama Allah dalam
menggapai sebuah tujuan. Hingga saat adek menulis surat ini, adek belum
berfikir untuk membagi cintaku terhadap Tuhanku!! Jika Tuhan menghendaki semua
ini dengan apa yang kakak buktikan mungkin kerangka berfikir tentang cinta
iniakan berbeda. Dan mudah-mudahan semua terjawab dengan kesungguhan kakak.
Tapi
adek juga tidak bisa pungkiri bahwa adek juga memiliki tabi’at dan naluri
seperti perempuan biasanya. Seandainya kakak serius dengan kata-kata kakak
kemarin, adek ingin melihat keseriusan itu dengan melihat kakak menghafal Al
Qur’an tiga puluh juz dalam jangka tiga bulan, dan ini yang pertama. yang
kedua, kakak juga biasakan puasa senin-kamis. Terakhir, kakak harus mneguasai
bahasa inggris. Ketiga syarat ini adalah kata taukid dan keteguhan bagi adek.
“Tidak
ada yang tidak mungki selama kita berkeinginan.” Moga kakak mengerti dengan
tujuan semua ini.
Dan
terakhir, syarat ini ada kalau kita mengerti akan makna sejatinya cinta. Dan
adek minta kakak jangan pernah mengungkapkan rasa itu lagi kalau kakak belum
memenuhi syarat yang tiga ini.
“Kalau
kita ingin mengerti dengan kata cinta, carilah apa yang harus dimengerti oleh
rasa. Pikirkan apa yang dipikirkan pikiran dan maknakan apa yang harus
termaknakan dari makna kehidupan dengan mencari arti dari setiap detak waktu
yang berputar.
Adek
nanti perubahan kakak, enam bulan kedepan!!!
Ttd
Mara
***
Kedatangan
surat Mara memberikan angin baru pada harapanku yang seakan mulai layu.
Perasaan ini bercampur aduk, mulai dari perasaan yang patah hingga perasaan
yang tumbuh hingga bercampur menjadi kebingungan. Rasa patah karena syarat yang
diajukan Mara merupakan hal yang sulit terpenuhi oleh diriku. Bahasa inggris
merupakan mata pelajaran yang sangat saya benci dari sejak SD. Dan menghapal
merupakan pekerjaanyang paling membosankan bagi diriku. Sedangkan kalau puasa
senin-kamis merupakan hal yang biasa saya lakukan sekalipun mungkin tidak
terlalu intens.
Sedangkan
rasa tumbuh itu datang karena adanya syarat ini berarti saya masih punya
harapan. Saya teringat dengan firman Allah yang artinya “Di balik kesusahan ada
kemudahan.” Di dalam firman-Nya yang lain, artinya “Bahwa Allah tidak akan
menguji hamba-Nya kecuali berdasarkan kemampuannya.” Bahkan bandowoso mampu
menciptakan seribu candi prambanan dalam jangka satu malam saking cintanya
terhadap sang Roro Jonggrang. Seorang Sngkuriang mampu membendung sungai
citarung karena keimanan tentang cintanya kepada dayang Sumbi yang merupakan
ibunya sendiri. Lalu atas alasan apakah aku harus mundur untuk memperjuangkan
cinta ini?” Kalau mereka bisa lenapa saya tidak?!”gumamku dalam hati.
***
Satu
minggu pertama aku berusaha memformat ulang jadwal-jadwalku untuk tiga bulan
kedepan dan berusaha menyesuaikannya agar tidak ada terbengkalai dan tumbang
tindih. Jadwal untuk menghafal yang paling banyak porsinya untuk tiga bulan
kedepannya. Sedangkan untuk menguasai bahasa inggris saya putuskan untuk
mengikuti kursus dan privat pada teman dekat kostku yang kebetulan mengambil
jurusan Bahasa Inggris.
Malam
ini aku mencoba menulis balasan surat Mara yang kemarin. Berisi kesanggupan dan
janji hati untuk memenuhi semua syarat yang diajukannya. Lalu keesokan harinya
aku langsung menitipkan balasannya lewat Farida lagi dalam surat itu
menyampaikan bagaimana aku akan tetap memperjuangkan apa yang menjadi
keyakinanku dan dengan apa yang aku katakan.
***
Waktu
tersa berlalu dengan cepatnya. Tanpa terasa empat minggu telah berlalu dari
sejak Mara memberikan surat itu. Saya berusaha mengevaluasi pencapaianku selama
empat minggu ini. Aku berusa melihat penguasaan baha inggrisku dan menyuruh
teman kostku menyimak hafalan Al Qur’anku. Aku berusa keras dalam jangka tiga
bulan ini semua syarat itu dapat aku penuhi.
Alangkah
kecewanya diri ini dengan pencapaian yang kudapatkan. Semangat ini tiba-tiba
mengendor secara drastis 180 derajat kemiringan. Karena dalam empat minggu ini,
aku balum mancapai satu juzpun. Secara logika matematika, kalau dalam jangka
satu bulan saja hafalanku belum sampai satu jus, bagaimana dengan yang dua
puluh sembilan juz dengan sisa waktu yang tinggal dua bulan. sedangkan untuk
bahasa inggris kendati lidah ini masih ragu tapi paling tidak banyak vokabulari
dan struktur bahasa yang sudah kuhapal dan kukuasai. Dan waktunya masih cukup
panjang.
Pikiran semakin berkecamukdan
pesimis melihat objektivitas bulan-bulan ini,di mana akhir bulan ini aku harus
menghadapi semester Ma’had DQH dan berlanjut dengan semester kuliahku yang akan
diadakan awal bulan depan. Alangkah sulitnya keadaan bagiku. Tapi aku berusaha
menyelamatkan harapan yang mulai rapuh ini dengan berusaha menenangkannya
dengan keyakinan bahwa setiap gelap pasti akan terang dan masalah yang akan
mengajarkan kita makna penghargaan dan kedewasaan.
***
Akhirnya
hari minggu inipun aku putuskan melakukan konsultasi kepada salah seorang
ustadz tempat mudzakarah dulu. Dia adalah seorang penghafal Al-qur’an 30 juz
tingkat Nasional. Pagi-pagi sekali aku berangkat kerumah beliau. Kebetulan
rumahnya tidak terlalu jauh dari komplek pondok pesantren.
Tok......tok.....tok....
“Assalamualaikum
...”......tok.....tok.....Assalamualaikum..”
“wa’alaikumussalam”
yang menyambut istri beliau.
“Ee
nak aby,,,,,” silahkan masuk!
“Gih
terimakasih ummi”
“Ada
apa sih nak, pasti ada yang penting kok tumben datangnya pagi –pagi sekali”
“gih
ummi ada yang mau tiang konsultasikan sama Abah, pa beliau ada?”
“tunggu, sebentar ummi ,,,,panggilkan dulu”
“Tapi
kalau Abah tengah sibuk, Aby tunggu saja ndak enak mengganggu Abah”
“ndak apa-apa kok . Malah Abah akan
sangat marah kalau hajat tamunya tidak segera dipenuhi”. Ummi menjawab sambil
berlalu memanggil Abah.
“Assalamualaikum”
...”Wa’alaikumussalam” aku segera
berdidri dan mencium tangan beliau penuh ta’dzim.
“Sudah
lama nak”
“Ndak
kok bah baru aja”.
“Nak
aby ada perlu apa kok pagi-pagi sekali”.
“Alhamdulillah
nakda ingi datang silaturrahmi dan meminta nasihat dari Abah”
“
Bagaimana keadaan kuliah dan dirosah nak Aby di Ma’had?”
“ alhamdulillah lancar ustazd ”. akupun diam
beberapa saat untuk berfikir harus mulai darimana menceritakan masalahku.
“ Oya begini ustazd ? nakda minta
saran atau nasihat , bagaimana cara cepat untuk menghafal Al-qur’an ?”.
“Alhamdulillah kalau nak Aby ingin
menghafal Al-Qur’an , paling tidak niat nak Aby sudah tercatat di sisi Allah
sebagai amal ibadah , apa nak Aby sudah mulai menghafal?”.
“Alhamdulillah
mulai satu bulan terakhir ini ustazd”.
“Berapa
juz sudah di hafal?”.
“Alhamdulillah sudah hampir satu
juz”, “Mawinan nike nakda matur dan nunas saran bagaimana supaya nanda cepat
menghafal?”.
“ Perlu nak Aby ingat bahwa
Al-Qur’an merupakan sesuatu yang suci, sehingga kalau kita ingin menuju kepada
suatu yang suci harus dengan kesucian , suci raga,suci jiwa ,dan tentunya kita
melalkukannya dengan rasa ikhlas. Selamjutnya kalau mau cepat hafal, usahakan
di barengi dengan puasa dan menghafal di waktu-waktu yang ijabah , Misalnya
seperti sepertiga malam atau di tempat-temoat suci, serta tentu juga dengan
banyak mengulang. Oyausahakan momentum Ramadhan kali ini sebagai wadah nakda
menghafal Al-Qur’an, apalagi di bulan Ramadhan merupakan bulan tempat di
turunkannya Al-Qur’an.
“Nggih
bah!! Insya Allah!”.
“Oya
abah mungkin hal-hal lain sebagai penantang kita?”.
“Hindari dari pekerjaan
maksiat,memakan barang haram, dan hindari pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan
dosa, agar nak Aby selalu dekat dengan Allah, dan kalau bisa kurangi intensitas
bersama wanita yang bukan muhrim”.
“Ya bah , mungkin marak nike matur
tiang, nakda tunas pamit nanti telat berangkat ke Ma’had .”
“Ya
sudah kalau begitu, nakda rajin belajar ya?. Dan jangan sia-siakan waktu”.
“Ummi,,,,ummi,,Aby
mau pulang nieh!!”.
“Eee kok cepat sekali nak?”
tampaknya ummi sedang menyiapkan sarapan di dapur , “sarapan aja dulu nak!!”.
“Lain
kali dah ummi ,,nakda harus pergi ma’had dan takut telat,”.
“Oya
dah hati-hati ya nak?” pesan ummi.
“Assalamualaikum”
“wa’alaikumussalam”
Sehabis
pulang dari rumah Ustazd, aku banyak merenungi kata-kata beliau, aku kian
merasa terlalu banyak noda selama ini, banyak kealfaan dan kehilafan yang aku
lakukan. Aku bertekad untuk merevarasi diri kembali dengan lebih mendekatkan
dir kepada Allah swt.
***
Alhamdulillah
bulan Ramadhan datang juga bulan yang sangat di nanti-nanti kaum muslimin yang
beriman . bulan yang merupakan tempat penghapusan dosa, bulan yang penuh dengan
kebarokahan. Di bulan Ramadhan ini aku berusaha memformat ulang waktuku dengan
memperbanyak komposisi waktu untuk menghafal. Intensita waktu banyak ku
pergunakan juga untuk mengulang hafalan . aku berusaha memamfaatkan momentum
Ramadhan kali ini dengan sebaik mungkin sesuai pesan Ustazd. Apalagi Ma’had DQH
libur total selama bulan Ramadhan, sedang kan jadwal perkuliahan hanya masuk
akhir bulan , dan itu pun dosennya tidak terlalu aktif, ma’lum puasa selalu itu
yang jadi alasan meski aku sendiri tidak akan pernah sepakat kalau puasa di
jadikan tameng bermalas-malas.
Ramadahan
berjalan begitu indahnya, hari-hari pergi dengan begitu cepat seakan berlalu
melalui batas mimpi. Badan ini semakin kurus, hari-hari berjalan mengejar mimpi
yang seakan dalam narapidana. Alhamdulillah dalam tiga minggu Ramadhan berjalan,
hafalan ini mencapai 17 juz, pencapain yang prestisius bagi sekelas saya. Aku
mulai terbiasa bangun malam dan sholat tahajjut, sedangkan untuk penguasaan ata
Bahasa Inggris aku kian lancar dan mulai terbiasa bercakap-cakap dalm bahasa
inggris sehingga banyak teman-teman seakan-akan tidak percaya kalau saya bisa
berbicara dengan bahasa inggris, karna biasa aku adalah orang yang paling anti
dengan bahasa tersebut, sewaktu Aliyah saja aku sering mengejek teman-teman
sekelas jika ada yang ngomong pakai bahasa tersebut, aku sering mengatakannya
dengan bahasa neraka, bahasa penjajah, bahasa syetan,dll.
Ini
merupakan minggu terakhir bulan Ramadhan. Banyak sekali pelajaran yang di
dapati untuk Ramadhan kali ini aku berharap dapat mengahafal dua pertiga
Al-qur’an dan bisa mengulanginya kembali.
20
September ’09
Hari
ini merupakan puncak kemenangan bagi kaum Muslimin yang telah berperang melawan
hawa nafsunya. Di hari kenangan ini kenangan tetang Mara memanggil dengan
begitu kuatnya, rasa rindu yang mendera kian membara menjadi kesakitan yang
luar biasa, tapi komitmen jiwa ini terpatri dengan begitu kokohnya, haraan
angan jagan sampai menawar rindu sebelum berbater janji , janji yang harus di
lunasi bagi seorang kesatria sejati Aku sangat bersyukur sekali karna bulan
Ramadhan kali ini aku sudah mampu menghafal hingga juz ke-21, sehingga
menurutku untuk bulan selanjutnya akan lebih mudah bagiku .
Ramadhan
berganti Syawal, bulan yang menjadi ajang pembuktian bagiku, Rindu yag
menggunung ingin bertumpah, rasa yang berharap ingin terasa, mimpi yang
tertunda ingin terwujud, kata yang terputus ingin tersambung, segala bermuara
pada bulan ini. Aku sangat bersyukur dengan ni’mat Allah yang sangat luar biasa
bagiku, aku di berikan cinta yang luar biasa sekali yang mampu merubah ritme’
dalam pelikan waktu yang selama ini harus aku jalani. Tuhan mengajarkan tentang
keagamaan cinta itu sangat berharga. Bagaimana sang pencipta memberi sentuhan
pada mimpinya untuk menjadi nyata.
Tampa terasa waktu yang ku
nantikan menyapaku dengan begitu indahnya, satu minggu lagi waktu terakhir dari
batas waktu yang di tawarkan Mara akan
datang, mimpiku seakan didepan mata hafalanku sudah hampir rangkum tinggal
lebih banyak mengulangi saja, hatiku terpenuhi dengan bunga, yang di siram
telaga wangi , jiwaku terhias harapan , yang mampu embelah bumi , senyum yang
selalu kurindu , mata yang penuh pertanyaan , suara yang selalu wangi di
tulisan , Akan datang bagian nafas ini .
Harapan
seakan kian mensurga neraka hati yang kadang terasa akan sirna , hafalanku kian
ku mantapkan hatiku kian kutaukidkan. Kata-kata pertama yang akan aku ucapkan
pertama kali nanti mulai aku persiapkan.
Aku
seakan bermimpi bagai Adam yang bertemu pertama kali dengan sang Haw di padang
Arafah.
***
13
November’09
Hari
ini aku sangat kagum dengan salah seoarang masyaikh yang baru pulang
dari sholatiyah. Bahasa –bahasanya sangat menyejukkan hati, bahasanya bahasa
Al-qur’an, beliau seorang huffa yang sangat tekun sekali menggali
Al-qur’an sifat beliau yang tawaddu’ menjadi keindahan yang melengkapi wajah
tampannya.
Saat
kita belajar beliau menceritakan bagaimana riwayat hidupnya, ternyata beliau
merupakan salah satu putra masyaikh senior di Ma’had ini. Beliau banyak
menceritakan kelebihan-kelebihan orang yang banyak menghafal Al-qur’an dan
bagaimana kiat-kiat hafal. Dalam hatiku aku sangat cemburu dengan masyaikh ku
ini.
***
15
November 2009
Mentari
yang cerah yang menyinari kulit yang terbius kedigmaan, mencari yang tak pernah
bosan kehangatan kepada bumi, udara yang adam dengan pagi yang tenang, pagi ini
aku berusaha berangakat pagi-pagi sekali, ke kampus Ma’had saya berusaha bisa
duduk di shaf paling depan di pagi ini saya juga ingin mengulangi
hafalan sambil i’tikap di masjid Ma’had.
Udara
pagi ini begitu menyejukkan hati, sepanjang perjalanan meuju kampus seakan
semua tumbuhan dan benda lain berdzikir memuji zat yang Maha Kuasa. Sampai di
kampus saya mengambil shaf paling depan
agar fatwa-fatwa masyaikh lebih jelas terdengar, kebetulan yang mengisi pengajian
kali ini adalah TGH. Mahmud Yasin QH. Sebelim ngaji pagi seperti biasanya kita
berdo’a dulu dan membaca ayat-ayat suci Al-qur’an dan beberapa nadzam,
sebelum mulai mengaji pagi, ketua senat Mahasiswa MDQH mengumumkan agar kami
tidak bubar dulu setelah ngaji pagi berhubung salah satu masyaikh akan
mengadakan akad nikah. Hal-hal yang sering kami jumpai di kampus yang identik
dengan kampus putih tetapi yang menjadi hal yang penomenal ketika yang
melakukan prosesi tersebut adalah salah satu dari masyaikhul ma’had.
Setelah
ngaji pagi berakhir, prosesi akad nikahpun di lakukan, nampak kedua mempelai
bejalan dari kejauhan. Pertama kali masuk adalah mempelai laki-laki yang
berjalan tawaddu’ bertahta bahagia di altar terakhir pengujung mimpi para
musafir cinta, laki-lakitersebut ternyata masyaikhul ma’had yang sangat
kukagumi karna kesalehannya dan juga beliau penghafal Al-qur’an, “alangkah
beruntungnya wanita ini” . gumamku dalam hati.
Sedang
beberapa menit mempelai perempuan datang dengan di iringi keluarganya. Sang
dewi cinta yang berjalan bersama alunan takdir yang sangat di rindukan para
kaum hawa di muka jagad raya ini. Tuhan ,,,,!! Alangkah terkejutnya aku ,
aku merasa bagai saat petir menghampiri nyawaku dengan sambaran kilat
ketidakpercayaan, ketika yang kulihat adalah sosok yang selama ini menjadi
hamparan hati. Alangkah diriku berada diantara sadar dan tidak dan ketika aku
sedang menemukan harapan yang hendak teraih namun waktu mempertemukanku dengan
harapan yang berbeda. Matakupun kian memastikan bahwa yang memakai hiasan
pengantin adalah dewi yang selama ini menjadi mimpi hati, telinga inipun kian
mencarikebenaran atas siapa yang di lihat mata. “alangkah kejam dunia ini
tuhan.”
Mata
hati inipun kian membanjiri pusara jiwa , harapan yang kuat terbagun pun roboh
mimpi yang menjadi keimananpun sirna, yang terdengar hanya nada-nada bernada
gibran.
Prosesi
akadpun berjalan dengan begitu sakralnya mara hanya menunduk khusu’ seakan di
lembah pemujaan, mata seakan melihat pendeta yang mengeroyoki nasib gibran, aku
seakan petapa yang di permainkan dewa. Telinga ini seakan mendengar kemunafikan
dari tetesan cerita sejarah, fikiran ini seakan berada di masa Nurbaya, seakan
bernafas di masa Gibran, berharap bersama Bondowoso dan merintih bersam Azzami. Cintaku menjelma
sebuah pemberontakan bersama tangisan aspal kehidupan, hidupku bagai suatu yang
tidak penting yang harus tenggelam kedalam samudra rasa.... sekuat apapun aku
menolak nasib ini, nasib itupun tetap berjalan seakan mengejek pemujaan diriku
tentang cinta ini.
Aku
perlahan menyadari kesalahanku selama ini yang mendewakan rasa. Akupun
menyadari bahwa kuasa hanya milik dan kita hanya bisa merencanakan sekuat
apapun kita berusaha titik akhirnya hanya pada tuhan.
Hari
ini Mara telah banyak mengajarkan aku tentang banyak hal : tentang muara
cinta yang ada pada mulit Tuhan, tentang tuhan yang merupakan kekasih yang
pantas dicintai, tentang nikmat hidu bersama Al-qur’an. Meskipun batin ini
kecewa akupun tidak merasa kerugian yang mendalam karna aku lebih dekat lagi
sama tuhan dan moga aku dapatkan cintaNya.amie.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar