Senin, 09 April 2012

“Thariqat Cinta”


Thariqat Cinta
Persembahan buat hati yang terluka
Oleh: Hurnawijaya
Siang yang garang dengan panas yang menyengat memaksa butiran bening keluar berjatuhan bersama kecikan haus yang mendera tenggorokan. Suasana udara yang lumrah kita akan jumpai di tanah yang dilaqabkan dengan kebun surgawi – anjani – suatu desa kecil di bagian timur pulau lombok. Desa yang merupakan salah satu kiblat pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Karena di sini berdiri dengan megah salah satu pondok pesantren terbesar dengan jumlah santri hampir mencapai angka sepuluh ribuan. Suatu laqab yang kadang bertolak belakang dengan zahirnya. Oya! Tapi mungkin yang melakobkan memandang dari sisi makna. Maklumlah kawasan ini memang selalu penuh dengan nuansa religius.
Dalam panas yang menggerutukan rasa tiba-tiba aku terpikir akan eksisitensi Tuhan yang mulai lenyap dalam alam pikiran manusia. Tak heran hati sering bertanya apa arti penciptaan makhluk di dunia ini? Apa makhluk yang semakin lupa dengan eksistensi Tuhannya. Ataukah Tuhan yang memang sengaja mengurangi eksisitensi diri-Nya? Aku juga sering bertanya dalam hati “Siapakah yang menciptakan Tuhan? Apakah makhluk dengan pencipta saling menciptakan? Ah ‘pertanyaan konyol. Karenanya harus dijawab dengan kekonyolan juga.
Setelah pikiran ini puas berbicara sendiri aku putuskan mengambil air wudu lalu membaca kitab suci Al Qur’an. Alangkah kaget rasa dan pikiran ini saat mata ini harus bertemu dengan surat Al Ikhlas. Tepatnya di jus Amma (juz terakhir Al Qur’an). Kebetulan akhir-akhir ini aku memang sedang berusaha memfasihkan bacaaan surah-surah pendek. Berhubungan bulan suci Ramadhan akan segera tiba. Ayat yang mampu menceritakan dan menjawab apa yang ditanyakan pikiranku tadi. Bahwa Allah itu esa yang tiada satupun yang menyamaiNya. Apalagi hendak menciptakan-Nya. Maha suci Allah yang maha benar dengan segala firman-Nya.
Selanjutnya setiap napas yang jatuh terasa seakan berzikir akan keagungan Tuhan yang begitu murah menghargakan nikmat. Aku berusaha mengiringi langkah kakiku dengan terus bersyukur dan bertasbih. Ya Allah alangkah besar anugerah yang senantiasa Engkau karuniakan.
***
Arloji di tanganku menunjukkan pukul 15.00 Wita. Aku mulai berkemas untuk pergi kuliah. Kebetulan ada mata kuliah tambahan dari dosen pengantar ilmu Filsafat. Ilmu yang menurutku sering membodohkan akal! Kuliah yang membosankan. Dengan dosen-dosen yang aneh. Dengan gaya mereka yang sok benar dan sok pintar. Dengan intensitas subjektifitas tingkat tinggi. Bahkan lebih aneh ketika nilaiku harus anjlok ketika aku berani menyanggah pendapat dosen dan memberikan masukan. Malah bisa-bisanya aku dikatakan tidak tau etika dan sok tahu. Ditambah lagi dengan fasilitas belajar yang tak menunjang. Perpustakaan yang yang buku-bukunya bisa dihitung jari, dengan suasana yang tidak nyaman dan kotor dengan karyawan perpustakaan yang selalu cemberut. Berlanjut dengan rektor yang berkapasitas dewa yang semua ucapannya bak sabda pandika ratu. Saat kita berani angkat bicara maka kita akan dijajani dengan doktrin ta’limul muta’allim yang saya rasa merekapun sebenarnya tidak mengerti dengan konsep ta’lim yang sering mereka jadikan tempat berlindung dari kritikan mahasiswa. Dan yang terparah kita akan diancam kena Drof Out! Ternyata reformasi belum berhasil mengengkat doktrin kebebasan.
Barangkali salah satu faktor penyebab kaki ini masih mau melangkah menuju kampus ini adalah seorang gadis yang mampu membuat pikiran ini menari dan bernyanyi. Telinga ini rindu, mata ini tawakkal dan mulut ini akan senantiasa bertasbih bila bertemu dengannya. Dialah yang seakan selalu membuat bebanku selama ini p[udar dengan kehadirannya di antara hayal dan mimpi malam dalam lelap tidurku. Lale Musliha Elmina qomara mardana binti lalu gede wira darma nurullah yang akrab dipanggil “mara”. Seorang anak Tuan Guru terkemuka sekaligus seorang putri bangsawan asli sasak. Mara begitu ayu dan anggun dengan wajah lugu yang nyaris tidak pernah tersentuh make up. Wajah alami yang senantiasa diiringi segala sikap kesederhanaanya. Mara merupakan salah satu juniorku di Lembaga dakwah kampu (LDK). Aku mengenalnya pertama kali ketika dia mendaftar ikut LDK. Kami semakin akrab seiring dengan intensitas pertemuan kami dalam halaqah mingguan ataupun dalam loqa’ rutin yang diadakan LDK. Alangkah mata ini tidak berhenti kagum akan kekuasaanAllah yang telah menciptakan wanita yang begitu ayu dan mampu membuat jiwa manusia bermimpi dan bertasbih jika melihatnya. Tidak mengherankan jika ia dijuluki kembang kampus sehingga mungkin setiap pria di kampus ini berhayal untuk menanam bunga jiwa dalam hatinya dan bermimpi memilikinya. Tak terkecuali aku........ subhanallah.
Mara merupakan perempuan muda yang memegang pprinsip dan taat dalam beribadah. Kalau kita pernah melihat bidadari dunia mungkin mara merupakan salah satu jelmaan diantara bidadari dunia. Pujaanku bagaikan sang amir yang memuji zaida dalam cerita “Rembulan di langit hatiku”. Karena dia memang seindah purnama. Matanya benung laksana kaca. Dan wajahnya bersih bercahaya – mungkin karena air wudu yang menyiraminya. Akhlaknya baik, tutur katanya sopan, tegas dan tertata. Maklumlah keturunan Tuan Guru dan bangsawan. Jilbabnya rapi, dan dia selalu menjaga diri dari bersentuhan dengan laki-laki bukan mahram. Dia jarang keluar malam hari. Keluarganya benar-benar ,menjaganya bagaikan menyimpan mutiara di dalam kerang. Kemudian kerang itu diletakkan jauh di kedalaman samudera.
Seandainya kita berharap memiliki istri yang anggun dan sholihah, maka mara yang memiliki keanggunan dan sifat itu. Bila kita berharap memiliki seorang istri yang akan menjadi pelita  dalam rumah tangga maka mara-lah yang memiliki cahaya yang berpendar di dirinya. Bila kita merindukan bunga yang jelita, yang akan menebarkan harum di setiap sudut taman hati setelah menikah kelak. Mara-lah sekuntum bunga yang pantas untuk dirindu dan dipuja. Bila kita mengharapkan keteduhan mewarnai perjalanan di masa depan. Mara merupakan telaga berair jernih yang tak pernah kering, yang akan melepaskan dahaga jiwa. Bila kita berharap istri pemalu dan sederhana bagaikan Fatimah Az Zahra putri baginda nabi. Kita akan menemukan sikap mulia itu bersemayam dalam diri mara. Bilaberharap istri yang cerdas, mampu mengurai dan memaknai hari laksana Aisyah istri baginda nabi kitapun akan menemukan kecerdasan itu menjadi bagian dari keseharian mara. Pujian ini pantas akan tersenandungkan kepada sosoknya yang akan menghabiskan setiap kata puitis untuk menggambarkan kelebihannya. Dan saya seperti seorang melayu yang tengah rindu bersyair ketika melihat suka. Melihat kkeindahan mara, aku selalu jadi teringat dengan ungkapan seorang yang dianggap akrab dengan dunia Eksak, yang seringkali memiliki bakat sastra yang menakjubkan, seorang Albert Einstein sang penemu teori relativitas pun – ketika kesadaran tenteng Tuhan bersemayam di hatinya – pernah berkata dengan indah “Tuhan tidak pernah bermain dadu dalam penciptaan semesta raya ini.
Hari-hari semakin penuh dengan harapan akan mimpi sang pecundang untuk mendapat gadis raja membuat sudut jiwaku selalu berbisik “ hari ini aku sadari aku telah jatuh cinta – dari hatiku terdalam sungguh aku cinta padamu – cintaku bukanlah cinta biasa,- jika kau yang memiliki dan kamu yang telah menemaniku seumur hidupku” mungkin potongan syair ini adalah salah satu dari kata penyair yang mampu mewakili rasaku saat ini.
Akupun kian gundah karena aku harus terkultus menjadi seorang pengecut yang tidak berani menerima kenyataan. Kalau cintanya tidak bersambut. “Alangkah bodoh diri ini Tuhan” yang selalu mengharapkan imbalan dari sesuatu di dunia ini. Apakah rasa ikhlas untuk mencintai sudah tidak ada lagi di dunia ini? Bukankah cinta yang tulus adalah ketika meneteskan air mata karena telah disakiti tapi kita masih peduli terhadapnya. Cinta yang tulus adalah ketika orang yang kita cintai tidak memperdulikan kita namun kita masih menunggu dengan setia. Cinta yang tulus bukan berarti cinta yang sesaat dan terus sirna. ! cinta yang tulus adalah ketika oorang yang kita sayang mencintai orang lain namun kita masih sempat tersenyum. Ketika kita mampu berkata untuk orang yang kita cintai “aku bahagia untukmu” walau itu sangat menyakitkan.
Setelah merenung berhari-hari, kepercayaan dihatiku mulai tumbuh untuk berjuang kembali. Cinta ini seakan tangisan sang Qais. Seakan seperti kerinduan karang. Cinta yang seakan harapan fata... akupun semakin meyakini keimananku tentang cinta ini sambil aku tetap mempertanyakan keinginan Tuhan. Moga apa yang kurasakan bukan teguran dari Tuhan.
Akhirnya kesempatan yang kunantikan sekaligus kutakutkan datang juga. Ahad 6 Juli 2009 merupakan hari yang sangat bersejarah dalam cerita hidupku. Hari ini ada acara halaqah mingguan Le,mbaga Dakwah Kampus. Dan ini artinya kesempatan untuk bertemu dengan mara dan mengatakan rasa yang tersembunyikan hati sejak lama. Rasa yang membuat banyak waktu dalam hidupku terisi dengan mimpi-mimpi dan harapan. Rasa yang selama ini membuatku seakan seperti sang Qais yang tertusuk asmaraloka. Seperti Amir yang merindukan Zaida. Setelah selesai diskusi aku langsung menyapa dan mengajaknya bicara sebentar. Dengan nada yang berat dia menerima ajakanku.
“Ada apa kak, kok kedengarannya penting sekali ?”
“Eeeeeeeeeeeeee...aaaaaaaaaaaaanu!! bagaimana cara ngomongnya ya ?”
“Emang ada apa sich kak ???”
“Dik...!” suaraku seakan tersedak.
“Ya..!”
“Kakak sebenarnya ingin jujur sama adek.”
“Emang kakak sudah bohong ma adek?” tanya Mara.
“Ndak sich. Cuma kakak ingin memberikan pengakuan ma adik?”
“Pengakuan???” Mira mengerutkan kening penuh tanya.
“Iya pengakuan kalau kakak saat ini lagi merasakan sesuatu yang selama ini jarang terasakan hati. Rasa yang selama ini menjadi keimanan tersendiri dalam relung hati kakak. Rasa yang menjadi naluri seorang lelaki.” Aku mulai menjelaskan.
“Maksud kakak?” kulihat wajah Mara serius.
“Kakak lagi merasakan rasa yang dirasakan Adam ketika bertemu dengan Hawa. Rasa kerinduan yang dirasakan Adam ketika berpisah dengan Hawa. Rasa kehilangan ketiaka ketiadaannya.” Jelasku.
“Ooo! Jadi...”
“Iya, kakak lagi suka sama seorang Muslimah. Tapi...” kalimatku menggantung.
“Siapa sih yang beruntung sekali dicintai ma kakak....?”
“”Jadi adik belum mengerti...?”
“Mengerti apa?” Mara malah balik bertanya.
“Maksud kakak....?”
“Bagaimana kalau gadis itu adalah adik...?” kataku menegaskan.
“Apa kak?” Mara tampak terkejut.
“Iya, memang adiklah yang kakak maksud.” Tegasku lebih meyakinkan.
“Assalamualaikum...” Mara langsung berlalu dari hadapanku dengan muka yang merah padam.
Aku bagaikan terdakwa di ruang sidang yang diponis hukuman penjara seumur hidup. Hatiku terasa remuk redam dengan segala macam pertanyaan. Apakah ini tanda titik atau tanda koma dari apa yang kurasakan selama ini? Rasa yang tertata terporak-porandakan oleh rasa bersalah. Jiwaku makin terpusruk dengan keimanan akan cintaku kian memburuk.
Rasa bersa;lahku kian sempurna ketika aku harus diberi tahu bahwa Mara sudah satu minggu tidak masuk kuliah. Hal yang sangat menyakitkan sekali ketika kita harus mencintai seseorang yang pada hakikatnya kita ingin melihatnya bahagia justru harus tergoreskan warna lain ketika kita ingin mencintai setulus hati namun harus terkandaskan. Astagfirullahalazhim!!
***
Dua minggu sudah aku tidak bertemu dengan Mara. Hari ini ada mata kuliah Psikologio Sastra. Kebetulan agak sorean. Jadi aku bisa sholat ashar dulu di pondok. Karena biasanya aku sholat ashar di aula kampus. Entah mengapa setelah sholat, rasa kangen kepada Mara seakan mengejawantah dan membuncah-buncah dengan begitu kuatnya. Tapi batin ini berusa kuat menahannya. Setelah bersiap-siap aku segera pergi kuliah. Aku berusaha menyibukkan diri supaya rasa kangen itu tidak semakin mendalam. Tapi entah mengapa setiba di kampus, hati ini sangat berharap bisa melihat Mara kendati tanpa harus menyapanya. Aku tersentak kaget ketika pikiran ini berkelana tiba-tiba ada suara yang memanggil dari belakang yang suaranya sangat mirip dengan Mara.  Dan ternyata suara itu adalah milik Farida. Teman yang sangat akrab sekali dengan Mara. Kebetulan Mara sering menceritakannya dulu./ farida merupakan sahabat sejak kecil Mara. Dan secara kebetulan mereka selalu samaan sekolah sampai sekarang.
Farida menghampiriku sambil melemparkan senyuman tipis dengan sket wajah dipenuhi beribu tanya./ setelah tepat berada di depanku, Farida langsung memberikan sepucuk surat dengan amplop putih polos. Setelah saya mengambil dari tangannya, Farida langsung melontarkan kata-kata usil.
“Ye orang yang dapat surat”
“Da pa ya...kok main surat-suratan segala...?
“Jadi curiga??!”
“Iya ndak ada pa-pa kok!”
“Oya kata Mara kalo kak Aby sudi menjawab tulisan ini tolong lewat saya! Ndak boleh lewat yang lain!”
“Insya Allah. Terus kenapa Mara tidak pernah masuk kuliah?Tanyaku
“Kalau itu adek kurang tau kak! Karena adek juga tumben bertemu Mara tadi pagi. Kebetulan dia yang datang ke rumah. Dan dia tidak bilang apa-apa.”
“Mang ada apa kak? Sepertinya ada yang kalian sembunyikan?”
“Memang Mara tidak pernah cerita?”
“Kan adek dah bilang adek dak pernah ketemu minggu-minggu ini.”
“Oya dik, udahan dulu ya. Dosen kakak dah masuk. Dah dulu ya, nanti kita lanjutkan,..”pamitku.
“Iya dah, kebetulan adek juga mau ke perpustakaan ngembaliin buku yang adek pinjam minggu kemarin.”
‘Assalamualaikum”
“Waalaikumussalam..”
Di dalam ruangan aku kepikiran terus dengan surat yang diberikan Farida tadi. Aku mencoba mereka-reka apa gerangan isinya. Namun semakin kutebak rasa penasaranku semakin bertambah. Dalam ruangan kelas seperti di kemah penantian mata kuliah biasanya sangat kunikmati, hari ini seakan seperti mendengarkan pidato presiden yang hilang tanpa makna dengan segala kemanisan. Alangkah aku ingin cepat pulang dan membuka syrat yang ada di dalam tasku ini.
Setiba di kost aku langsung masuk kamar lalu mengunci pintu dari dalam dengan terlebih dahulu membaca basmalah. Aku mulai mengeluarkan kertas yang memakai amplop warna putih.... lalu mulai membacanya kalimat demi kalimat.
Atas nama sekeping hati yang rindu dengan hakikat cinta. Saat aku menulis semua ini bersamaan dengan harapanku.semoga kecintaanku terhadap Tuhan tidak akan memudar dan berkurang.
Sungguh yang ingin saya pertanyakan pertama kali dalam tulisan ini adalah kenapa hati kakak tertuju sama adek? Dan semoga kakak tidak menjual nama Allah dalam menggapai sebuah tujuan. Hingga saat adek menulis surat ini, adek belum berfikir untuk membagi cintaku terhadap Tuhanku!! Jika Tuhan menghendaki semua ini dengan apa yang kakak buktikan mungkin kerangka berfikir tentang cinta iniakan berbeda. Dan mudah-mudahan semua terjawab dengan kesungguhan kakak.
Tapi adek juga tidak bisa pungkiri bahwa adek juga memiliki tabi’at dan naluri seperti perempuan biasanya. Seandainya kakak serius dengan kata-kata kakak kemarin, adek ingin melihat keseriusan itu dengan melihat kakak menghafal Al Qur’an tiga puluh juz dalam jangka tiga bulan, dan ini yang pertama. yang kedua, kakak juga biasakan puasa senin-kamis. Terakhir, kakak harus mneguasai bahasa inggris. Ketiga syarat ini adalah kata taukid dan keteguhan bagi adek.
“Tidak ada yang tidak mungki selama kita berkeinginan.” Moga kakak mengerti dengan tujuan semua ini.
Dan terakhir, syarat ini ada kalau kita mengerti akan makna sejatinya cinta. Dan adek minta kakak jangan pernah mengungkapkan rasa itu lagi kalau kakak belum memenuhi syarat yang tiga ini.
“Kalau kita ingin mengerti dengan kata cinta, carilah apa yang harus dimengerti oleh rasa. Pikirkan apa yang dipikirkan pikiran dan maknakan apa yang harus termaknakan dari makna kehidupan dengan mencari arti dari setiap detak waktu yang berputar.
Adek nanti perubahan kakak, enam bulan kedepan!!!
Ttd
Mara
***
Kedatangan surat Mara memberikan angin baru pada harapanku yang seakan mulai layu. Perasaan ini bercampur aduk, mulai dari perasaan yang patah hingga perasaan yang tumbuh hingga bercampur menjadi kebingungan. Rasa patah karena syarat yang diajukan Mara merupakan hal yang sulit terpenuhi oleh diriku. Bahasa inggris merupakan mata pelajaran yang sangat saya benci dari sejak SD. Dan menghapal merupakan pekerjaanyang paling membosankan bagi diriku. Sedangkan kalau puasa senin-kamis merupakan hal yang biasa saya lakukan sekalipun mungkin tidak terlalu intens.
Sedangkan rasa tumbuh itu datang karena adanya syarat ini berarti saya masih punya harapan. Saya teringat dengan firman Allah yang artinya “Di balik kesusahan ada kemudahan.” Di dalam firman-Nya yang lain, artinya “Bahwa Allah tidak akan menguji hamba-Nya kecuali berdasarkan kemampuannya.” Bahkan bandowoso mampu menciptakan seribu candi prambanan dalam jangka satu malam saking cintanya terhadap sang Roro Jonggrang. Seorang Sngkuriang mampu membendung sungai citarung karena keimanan tentang cintanya kepada dayang Sumbi yang merupakan ibunya sendiri. Lalu atas alasan apakah aku harus mundur untuk memperjuangkan cinta ini?” Kalau mereka bisa lenapa saya tidak?!”gumamku dalam hati.
***
Satu minggu pertama aku berusaha memformat ulang jadwal-jadwalku untuk tiga bulan kedepan dan berusaha menyesuaikannya agar tidak ada terbengkalai dan tumbang tindih. Jadwal untuk menghafal yang paling banyak porsinya untuk tiga bulan kedepannya. Sedangkan untuk menguasai bahasa inggris saya putuskan untuk mengikuti kursus dan privat pada teman dekat kostku yang kebetulan mengambil jurusan Bahasa Inggris.
Malam ini aku mencoba menulis balasan surat Mara yang kemarin. Berisi kesanggupan dan janji hati untuk memenuhi semua syarat yang diajukannya. Lalu keesokan harinya aku langsung menitipkan balasannya lewat Farida lagi dalam surat itu menyampaikan bagaimana aku akan tetap memperjuangkan apa yang menjadi keyakinanku dan dengan apa yang aku katakan.
***
Waktu tersa berlalu dengan cepatnya. Tanpa terasa empat minggu telah berlalu dari sejak Mara memberikan surat itu. Saya berusaha mengevaluasi pencapaianku selama empat minggu ini. Aku berusa melihat penguasaan baha inggrisku dan menyuruh teman kostku menyimak hafalan Al Qur’anku. Aku berusa keras dalam jangka tiga bulan ini semua syarat itu dapat aku penuhi.
Alangkah kecewanya diri ini dengan pencapaian yang kudapatkan. Semangat ini tiba-tiba mengendor secara drastis 180 derajat kemiringan. Karena dalam empat minggu ini, aku balum mancapai satu juzpun. Secara logika matematika, kalau dalam jangka satu bulan saja hafalanku belum sampai satu jus, bagaimana dengan yang dua puluh sembilan juz dengan sisa waktu yang tinggal dua bulan. sedangkan untuk bahasa inggris kendati lidah ini masih ragu tapi paling tidak banyak vokabulari dan struktur bahasa yang sudah kuhapal dan kukuasai. Dan waktunya masih cukup panjang.
Pikiran semakin berkecamukdan pesimis melihat objektivitas bulan-bulan ini,di mana akhir bulan ini aku harus menghadapi semester Ma’had DQH dan berlanjut dengan semester kuliahku yang akan diadakan awal bulan depan. Alangkah sulitnya keadaan bagiku. Tapi aku berusaha menyelamatkan harapan yang mulai rapuh ini dengan berusaha menenangkannya dengan keyakinan bahwa setiap gelap pasti akan terang dan masalah yang akan mengajarkan kita makna penghargaan dan kedewasaan.
                                                            ***
            Akhirnya hari minggu inipun aku putuskan melakukan konsultasi kepada salah seorang ustadz tempat mudzakarah dulu. Dia adalah seorang penghafal Al-qur’an 30 juz tingkat Nasional. Pagi-pagi sekali aku berangkat kerumah beliau. Kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari komplek pondok pesantren.
            Tok......tok.....tok....
            “Assalamualaikum ...”......tok.....tok.....Assalamualaikum..”
            “wa’alaikumussalam” yang menyambut istri beliau.
            “Ee nak aby,,,,,” silahkan masuk!
            “Gih terimakasih ummi”
            “Ada apa sih nak, pasti ada yang penting kok tumben datangnya pagi –pagi sekali”
            “gih ummi ada yang mau tiang konsultasikan sama Abah, pa beliau ada?”
            “tunggu,  sebentar ummi ,,,,panggilkan dulu”
            “Tapi kalau Abah tengah sibuk, Aby tunggu saja ndak enak mengganggu Abah”
“ndak apa-apa kok . Malah Abah akan sangat marah kalau hajat tamunya tidak segera dipenuhi”. Ummi menjawab sambil berlalu memanggil Abah.
            “Assalamualaikum”
...”Wa’alaikumussalam” aku segera berdidri dan mencium tangan beliau penuh ta’dzim.
            “Sudah lama nak”
            “Ndak kok bah baru aja”.
            “Nak aby ada perlu apa kok pagi-pagi sekali”.
            “Alhamdulillah nakda ingi datang silaturrahmi dan meminta nasihat dari Abah”
            “ Bagaimana keadaan kuliah dan dirosah nak Aby di Ma’had?”
 “ alhamdulillah lancar ustazd ”. akupun diam beberapa saat untuk berfikir harus mulai darimana menceritakan masalahku.
“ Oya begini ustazd ? nakda minta saran atau nasihat , bagaimana cara cepat untuk menghafal Al-qur’an  ?”.
“Alhamdulillah kalau nak Aby ingin menghafal Al-Qur’an , paling tidak niat nak Aby sudah tercatat di sisi Allah sebagai amal ibadah , apa nak Aby sudah mulai menghafal?”.
            “Alhamdulillah mulai satu bulan terakhir ini ustazd”.
            “Berapa juz sudah di hafal?”.
“Alhamdulillah sudah hampir satu juz”, “Mawinan nike nakda matur dan nunas saran bagaimana supaya nanda cepat menghafal?”.
“ Perlu nak Aby ingat bahwa Al-Qur’an merupakan sesuatu yang suci, sehingga kalau kita ingin menuju kepada suatu yang suci harus dengan kesucian , suci raga,suci jiwa ,dan tentunya kita melalkukannya dengan rasa ikhlas. Selamjutnya kalau mau cepat hafal, usahakan di barengi dengan puasa dan menghafal di waktu-waktu yang ijabah , Misalnya seperti sepertiga malam atau di tempat-temoat suci, serta tentu juga dengan banyak mengulang. Oyausahakan momentum Ramadhan kali ini sebagai wadah nakda menghafal Al-Qur’an, apalagi di bulan Ramadhan merupakan bulan tempat di turunkannya Al-Qur’an.
            “Nggih bah!! Insya Allah!”.
            “Oya abah mungkin hal-hal lain sebagai penantang kita?”.
“Hindari dari pekerjaan maksiat,memakan barang haram, dan hindari pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan dosa, agar nak Aby selalu dekat dengan Allah, dan kalau bisa kurangi intensitas bersama wanita yang bukan muhrim”.
“Ya bah , mungkin marak nike matur tiang, nakda tunas pamit nanti telat berangkat ke Ma’had .”
            “Ya sudah kalau begitu, nakda rajin belajar ya?. Dan jangan sia-siakan waktu”.
            “Ummi,,,,ummi,,Aby mau pulang nieh!!”.
“Eee kok cepat sekali nak?” tampaknya ummi sedang menyiapkan sarapan di dapur , “sarapan aja dulu nak!!”.
            “Lain kali dah ummi ,,nakda harus pergi ma’had dan takut telat,”.
            “Oya dah hati-hati ya nak?” pesan ummi.
            “Assalamualaikum”
            “wa’alaikumussalam”
            Sehabis pulang dari rumah Ustazd, aku banyak merenungi kata-kata beliau, aku kian merasa terlalu banyak noda selama ini, banyak kealfaan dan kehilafan yang aku lakukan. Aku bertekad untuk merevarasi diri kembali dengan lebih mendekatkan dir kepada Allah swt.
                                                            ***
            Alhamdulillah bulan Ramadhan datang juga bulan yang sangat di nanti-nanti kaum muslimin yang beriman . bulan yang merupakan tempat penghapusan dosa, bulan yang penuh dengan kebarokahan. Di bulan Ramadhan ini aku berusaha memformat ulang waktuku dengan memperbanyak komposisi waktu untuk menghafal. Intensita waktu banyak ku pergunakan juga untuk mengulang hafalan . aku berusaha memamfaatkan momentum Ramadhan kali ini dengan sebaik mungkin sesuai pesan Ustazd. Apalagi Ma’had DQH libur total selama bulan Ramadhan, sedang kan jadwal perkuliahan hanya masuk akhir bulan , dan itu pun dosennya tidak terlalu aktif, ma’lum puasa selalu itu yang jadi alasan meski aku sendiri tidak akan pernah sepakat kalau puasa di jadikan tameng bermalas-malas.
            Ramadahan berjalan begitu indahnya, hari-hari pergi dengan begitu cepat seakan berlalu melalui batas mimpi. Badan ini semakin kurus, hari-hari berjalan mengejar mimpi yang seakan dalam narapidana. Alhamdulillah dalam tiga minggu Ramadhan berjalan, hafalan ini mencapai 17 juz, pencapain yang prestisius bagi sekelas saya. Aku mulai terbiasa bangun malam dan sholat tahajjut, sedangkan untuk penguasaan ata Bahasa Inggris aku kian lancar dan mulai terbiasa bercakap-cakap dalm bahasa inggris sehingga banyak teman-teman seakan-akan tidak percaya kalau saya bisa berbicara dengan bahasa inggris, karna biasa aku adalah orang yang paling anti dengan bahasa tersebut, sewaktu Aliyah saja aku sering mengejek teman-teman sekelas jika ada yang ngomong pakai bahasa tersebut, aku sering mengatakannya dengan bahasa neraka, bahasa penjajah, bahasa syetan,dll.
            Ini merupakan minggu terakhir bulan Ramadhan. Banyak sekali pelajaran yang di dapati untuk Ramadhan kali ini aku berharap dapat mengahafal dua pertiga Al-qur’an dan bisa mengulanginya kembali.
            20 September ’09
            Hari ini merupakan puncak kemenangan bagi kaum Muslimin yang telah berperang melawan hawa nafsunya. Di hari kenangan ini kenangan tetang Mara memanggil dengan begitu kuatnya, rasa rindu yang mendera kian membara menjadi kesakitan yang luar biasa, tapi komitmen jiwa ini terpatri dengan begitu kokohnya, haraan angan jagan sampai menawar rindu sebelum berbater janji , janji yang harus di lunasi bagi seorang kesatria sejati Aku sangat bersyukur sekali karna bulan Ramadhan kali ini aku sudah mampu menghafal hingga juz ke-21, sehingga menurutku untuk bulan selanjutnya akan lebih mudah bagiku .
            Ramadhan berganti Syawal, bulan yang menjadi ajang pembuktian bagiku, Rindu yag menggunung ingin bertumpah, rasa yang berharap ingin terasa, mimpi yang tertunda ingin terwujud, kata yang terputus ingin tersambung, segala bermuara pada bulan ini. Aku sangat bersyukur dengan ni’mat Allah yang sangat luar biasa bagiku, aku di berikan cinta yang luar biasa sekali yang mampu merubah ritme’ dalam pelikan waktu yang selama ini harus aku jalani. Tuhan mengajarkan tentang keagamaan cinta itu sangat berharga. Bagaimana sang pencipta memberi sentuhan pada mimpinya untuk menjadi nyata.
                         Tampa terasa waktu yang ku nantikan menyapaku dengan begitu indahnya, satu minggu lagi waktu terakhir dari batas waktu yang di tawarkan  Mara akan datang, mimpiku seakan didepan mata hafalanku sudah hampir rangkum tinggal lebih banyak mengulangi saja, hatiku terpenuhi dengan bunga, yang di siram telaga wangi , jiwaku terhias harapan , yang mampu embelah bumi , senyum yang selalu kurindu , mata yang penuh pertanyaan , suara yang selalu wangi di tulisan , Akan datang bagian nafas ini .
            Harapan seakan kian mensurga neraka hati yang kadang terasa akan sirna , hafalanku kian ku mantapkan hatiku kian kutaukidkan. Kata-kata pertama yang akan aku ucapkan pertama kali nanti mulai aku persiapkan.
            Aku seakan bermimpi bagai Adam yang bertemu pertama kali dengan sang Haw di padang Arafah.
                                                            ***
            13 November’09
            Hari ini aku sangat kagum dengan salah seoarang masyaikh yang baru pulang dari sholatiyah. Bahasa –bahasanya sangat menyejukkan hati, bahasanya bahasa Al-qur’an, beliau seorang huffa yang sangat tekun sekali menggali Al-qur’an sifat beliau yang tawaddu’ menjadi keindahan yang melengkapi wajah tampannya.
            Saat kita belajar beliau menceritakan bagaimana riwayat hidupnya, ternyata beliau merupakan salah satu putra masyaikh senior di Ma’had ini. Beliau banyak menceritakan kelebihan-kelebihan orang yang banyak menghafal Al-qur’an dan bagaimana kiat-kiat hafal. Dalam hatiku aku sangat cemburu dengan masyaikh ku ini.
***
            15 November 2009
            Mentari yang cerah yang menyinari kulit yang terbius kedigmaan, mencari yang tak pernah bosan kehangatan kepada bumi, udara yang adam dengan pagi yang tenang, pagi ini aku berusaha berangakat pagi-pagi sekali, ke kampus Ma’had saya berusaha bisa duduk di shaf paling depan di pagi ini saya juga ingin mengulangi hafalan sambil i’tikap di masjid Ma’had.
            Udara pagi ini begitu menyejukkan hati, sepanjang perjalanan meuju kampus seakan semua tumbuhan dan benda lain berdzikir memuji zat yang Maha Kuasa. Sampai di kampus saya mengambil shaf paling depan  agar fatwa-fatwa masyaikh lebih jelas terdengar, kebetulan yang mengisi pengajian kali ini adalah TGH. Mahmud Yasin QH. Sebelim ngaji pagi seperti biasanya kita berdo’a dulu dan membaca ayat-ayat suci Al-qur’an dan beberapa nadzam, sebelum mulai mengaji pagi, ketua senat Mahasiswa MDQH mengumumkan agar kami tidak bubar dulu setelah ngaji pagi berhubung salah satu masyaikh akan mengadakan akad nikah. Hal-hal yang sering kami jumpai di kampus yang identik dengan kampus putih tetapi yang menjadi hal yang penomenal ketika yang melakukan prosesi tersebut adalah salah satu dari masyaikhul ma’had.
            Setelah ngaji pagi berakhir, prosesi akad nikahpun di lakukan, nampak kedua mempelai bejalan dari kejauhan. Pertama kali masuk adalah mempelai laki-laki yang berjalan tawaddu’ bertahta bahagia di altar terakhir pengujung mimpi para musafir cinta, laki-lakitersebut ternyata masyaikhul ma’had yang sangat kukagumi karna kesalehannya dan juga beliau penghafal Al-qur’an, “alangkah beruntungnya wanita ini” . gumamku dalam hati.
            Sedang beberapa menit mempelai perempuan datang dengan di iringi keluarganya. Sang dewi cinta yang berjalan bersama alunan takdir yang sangat di rindukan para kaum hawa di muka jagad raya ini.  Tuhan ,,,,!! Alangkah terkejutnya aku , aku merasa bagai saat petir menghampiri nyawaku dengan sambaran kilat ketidakpercayaan, ketika yang kulihat adalah sosok yang selama ini menjadi hamparan hati. Alangkah diriku berada diantara sadar dan tidak dan ketika aku sedang menemukan harapan yang hendak teraih namun waktu mempertemukanku dengan harapan yang berbeda. Matakupun kian memastikan bahwa yang memakai hiasan pengantin adalah dewi yang selama ini menjadi mimpi hati, telinga inipun kian mencarikebenaran atas siapa yang di lihat mata. “alangkah kejam dunia ini tuhan.”
            Mata hati inipun kian membanjiri pusara jiwa , harapan yang kuat terbagun pun roboh mimpi yang menjadi keimananpun sirna, yang terdengar hanya nada-nada bernada gibran.
            Prosesi akadpun berjalan dengan begitu sakralnya mara hanya menunduk khusu’ seakan di lembah pemujaan, mata seakan melihat pendeta yang mengeroyoki nasib gibran, aku seakan petapa yang di permainkan dewa. Telinga ini seakan mendengar kemunafikan dari tetesan cerita sejarah, fikiran ini seakan berada di masa Nurbaya, seakan bernafas di masa Gibran, berharap bersama Bondowoso  dan merintih bersam Azzami. Cintaku menjelma sebuah pemberontakan bersama tangisan aspal kehidupan, hidupku bagai suatu yang tidak penting yang harus tenggelam kedalam samudra rasa.... sekuat apapun aku menolak nasib ini, nasib itupun tetap berjalan seakan mengejek pemujaan diriku tentang cinta ini.
            Aku perlahan menyadari kesalahanku selama ini yang mendewakan rasa. Akupun menyadari bahwa kuasa hanya milik dan kita hanya bisa merencanakan sekuat apapun kita berusaha titik akhirnya hanya pada tuhan.
            Hari ini Mara telah banyak mengajarkan aku tentang banyak hal : tentang muara cinta yang ada pada mulit Tuhan, tentang tuhan yang merupakan kekasih yang pantas dicintai, tentang nikmat hidu bersama Al-qur’an. Meskipun batin ini kecewa akupun tidak merasa kerugian yang mendalam karna aku lebih dekat lagi sama tuhan dan moga aku dapatkan cintaNya.amie.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar